Kebijakan Tapera, potongan 3 persen untuk siapa?

mohammad rofiuddin Avatar

Tanggal 20 Mei selain menjadi kebangkitan nasional, juga menjadi hari ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, yang menjadi bahan perbincangan level pekerja, terutama buruh. Dimana pasal yang pada aturan peraturan tersebut mengatur beban baru bagi para pekerja, baik pegawai Aparatur Sipil Negara maupun pegawai swasta, serta pekerja mandiri. Beban baru tersebut sebesar 3 persen dari gaji atau upah, dengan pembagi 0.5% dari pemberi pemberi kerja dan 2,5% dari pekerja. Sementara untuk pekerja mandiri ditanggu seutuhnya oleh pekerja mandiri tersebut (PP Nomor 21, 2024).

Kebijakan ini tentu bertujuan baik yaitu menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta (PP Nomor 25, 2020). Namun begitu kebijakan tersebut direspon negatif atau penolakan dari berbagai pekerja karena memberatkan atau menambah beban baru bagi pekerja (DetikX, 2024; Kompas, 2024). Kondisi ini tentu selain kondisi ekonomi yang belum baik, tentu juga karena potongan-potongan yang dibebankan ke pekerja sudah ada beberapa, seperti halnya potongan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan JKK dan jaminan kematian serta lainnya (Detik, 2024). Sehingga potongan tersebut relatif memberat bagi para pekerja.

Dalam perspektif filosofis, kebijakan Tapera potongan 3 persen dapat merujuk pada filosofi keadilan sosial, yang menekankan pada distribusi sumber daya yang adil dan merata (Nisa and Ndoda, 2024; Pattipeilohy and Saingo, 2023). Karena tujuan Tapera, sekilas untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki akses ke perumahan yang layak. Sehingga kebijakan ini dapat dianggap sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan sosial dan ekonomi, memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua lapisan masyarakat

Analisis Ekonomi

Secara ekonomi kebijakan ini cenderung didasarkan upaya pemerintah dalam mendistribusikan pendapatan dan kekayaan (Aisyah, Suarmanayasa, Efendi, Widiastuti, and Harsono, 2024; Siswajanthy, Shiva, Salsabila, Putry, and Putri, 2024). Redistribusi pendapatan dilakukan melalui pengumpulan iuran dari pekerja untuk menyediakan akses perumahan yang lebih terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah. Selain itu kebijakan ini berlaku bagi pekerja baik yang sudah mempunyai rumah atau belum. Kondisi inilah yang kemudian menjadi pertanyaan, karena tidak mungkin dan sangat jarang sekali orang yang sudah punya akan memanfaatkan kepemilikan rumah dari Tapera ini, terlepas adanya aturan terkait syarat dan ketentuan untuk mendapatkan pembiayaan dari Tapera.

Tapera 3 persen akan sangat sulit terima oleh para pekerja, terutama pekerja swasta dan mandiri. Sementara untuk pekerja Aparatur Sipil Negara, mungkin meskipun tidak kurang menerima, namun responnya sangat berbeda dengan pekerja lainnya. Ada beberapa kondisi yang kemudian Tapera 3 persen sulit diterima

  1. Beban atau potongan yang sudah ada

Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, besaran iuran BPJS Kesehatan ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan dalam program JKN. Untuk peserta pekerja penerima upah di BUMN, BUMD, dan swasta, iuran BPJS Kesehatan sebesar 5% dari gaji bulanan, dengan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta. Selain itu, setiap karyawan yang menjadi peserta layanan Jaminan Hari Tua (JHT) dikenakan potongan 5,7% dari gaji, di mana 3,7% dibayar oleh perusahaan dan 2% oleh pekerja. Karyawan juga dikenakan potongan iuran BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun sebesar 3%, dengan 1% dibayar oleh karyawan dan 2% oleh pemberi kerja (Detik, 2024).

Selain potongan untuk BPJS, karyawan juga dikenakan iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk JKK dan Jaminan Kematian, dengan besaran iuran sesuai tingkat risiko kerja, mulai dari 0,24% hingga 1,74% dari upah bulanan. Iuran Jaminan Kematian sebesar 0,3% dari upah per bulan. Pajak Penghasilan (PPh 21) juga dikenakan kepada karyawan dengan penghasilan di atas Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan sesuai UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain itu, beberapa karyawan juga membayar iuran asuransi swasta yang disesuaikan dengan kebijakan pemberi kerja atau perusahaan asuransi. Terakhir, perusahaan mungkin mencatat potongan lain-lain dalam slip gaji sesuai kebijakan masing-masing.

Maka dengan adanya tambahan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 3% dari gaji, dengan rincia 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja, sesuai dengan PP Nomor 21 Tahun 2024 akan menambah beban atau potongan yang harus dikeluarkan pekerja

  • Kondisi ekonomi

Kondisi ekonomi pasca covid masih belum pulih secara maksimal. Meskipun perekonomian dalam tiga tahun terakhir terus mengalami perbaikan.

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (%, q-to-q)

Namun faktanya kenaikan upah minimum secara nasional berkisar antara 3-4 persen (Bisnis.com, 2024). Sementara di sisi lain inflasi dari bulan ke bulan masin berkisar di angka 3 persenan.

NoPeriodeData Inflasi
1Mei 20242.84%
2April 20243%
3Maret 20243.05%
4Februari 20242.75%
5Januari 20242.57%
6Desember 20232.61%
7November 20232.86%
8Oktober 20232.56%
9September 20232.28%
10Agustus 20233.27%
11Juli 20233.08%
12Juni 20233.52%
13Mei 20234%
14April 20234.33%
15Maret 20234.97%
16Februari 20235.47%
17Januari 20235.28%

Sumber: (Bank Indonesia, 2024)

Artinya dapat pula dikatakan selisih peningkatan pendapatan pekerja secara nilai masih sangat kecil sekali. Bahkan bisa jadi dibeberapa tempat bisa minum. Dengan kata lain nilai gaji pekerja relatif tidak seberapa kenaikannya. Jika masih ditambah dengan potongan Tapera 3 persen untuk pekerja maka akan menambah besarnya gap antara pendapatan dan pengeluarannya. Meskipun Tapera ini sifatnya tabungan, namun bagi pekerja tetap menjadi beban, karena tabungan ini juga tidak bisa sewaktu-waktu digunakan.

  • Untung rugi

Secara filosofis, dalam ekonomi ketika individu atau kelompok mau melakukan sesuatu maka akan mempertimbangkan kondisi untung ruginya. Baik untuk rugi untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya (Hechter and Kanazawa, 1997). Artinya Tapera potongan 3 persen akan dipertimbangan betul keuntungannya apa dan kerugiannya apa. Mengingat Tapera kesannya seperti gotong-royong, yang belum tentu yang ikut gotong royong mendapatkan keuntungan atau kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari tujuan Tapera potongan 3 persen tersebut. Selain itu juga kembali lagi pada syarat dan ketentuan yang berlaku untuk mendapatkan akses rumah dari Tapera tersebut. Apalagi bagi yang sudah punya rumah, sudah barang tentu potongan ini dapat dikatakan tidak ada untungnya, kalaupun ada untuknya pasti sangat kecil sekali. Inilah yang kemudian menjadikan Tepera potongan 3 persen ramai diperbincangkan.

  • Aksesibilitas

Aksesibilitas terhadap penyediaan rumah layak tentu tidak semua mendapatkan kesempatan. Bagi yang sudah punya rumah, sudah barang tentu tidak mempunyai akses untuk mendapatkan pembiayaan dari KPR Tapera, meskipun menjadi peserta. Bagi yang sudah punya rumah tentu tidak semua mempunyai akses atau kesempatan, karena akan dihadapkan dengan sisa masa kerja, pendapatan bersih, serta tanggung sisanya. Maka akan sangat sulit bagi yang belum rumah yang terbatas dengan usia, pendapatan, dan batasan lainnya untuk mendapatkan akses tersebut. Katakanlah sisa masa kerja terbatas, karena pada saat dipaksa mendaftar masa kerjanya tinggal beberapa tahun. Maka hampir mustahil untuk mendapatkan aksesibilitas terhadap rumah yang dihasilkan dari Tapera tersebut.

  • Record kasus korupsi

Alasan lainnya tentu record-record yang sudah ada sebelumnya. Banyak kasus penyalahgunaan wewenang atas uang Masyarakat. Bahkan bukan hanya Masyarakat sipil, namun Masyarakat (TNI dan lainnya) juga pernah dikorupsi. Beberapa kasus tersebut di antaranya kasus Taspen, Jiwasraya dan Asabri.

  • Taspen yang merupakan lembaga yang mengelola dana pensiunan Aparatur Sipil Negara, dimana kasus korupsi yang terjadi pada PT Taspen, diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
  • Jiwasraya, korupsi pada PT. Jiwasraya yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang asuransi jiwa, dimana potensi kerugian dari korupsi yang terjadi atau dikenal kasus Jiwasraya mencapai Rp. 16,8 triliun (2008-2018)
  • Asabri atau Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana nilai kerugian dari korupsi diperkirakan mencapai Rp. 22 triliun.
  • Dapen BUMN yang diperkirakan 70 persennya dari 48 perusahaan dalam kondisi kurang baik, dan beberapa diantaranya berpotensi merugikan negara sebesar Rp. 300 miliar (Cnbcindonesia.com, 2024).

Kondisi ini juga akan menjadi pertimbangan sekaligus bercandaan terkait kenapa Tapera potongan 3 persen ini tidak perlu atau ditolak. Artinya masih ada trauma di masyarakat terkait dana-dana yang dikelola oleh lembaga publik atau negara.

Dampak Sosial

Program Tapera potongan 3 persen, pada dasarnya yang tujuannya membantu masyarakat dalam mempersiapkan kepemilikan rumah akan memiliki dampak sosial.  Katakanlah dalam jangka pendek Tepera potongan 3 persen akan menimbulkan kegaduhan, setidaknya pada ruang maya, meja-meja diskusi dan juga aksi jalanan atau demostrasi oleh pekerja. Hal ini tidak lepas karena potongan 3 persen manjadi beban baru yang harus ditanggung oleh pekerja. Tentu potongan tersebut akan sangat terasa bagi pekerja yang mempunyai gaji sedikti diatas UMR. Efeknya dari Tapera potongan 3 persen ini akan menggangu kebutuhan konsumsi sehari-hari buruh.

Kesimpuan

Program Taperan Potongan 3 persen, meskipun secara filosofis bertujuan untuk memberikan keadilan sosial dalam penyediaan rumah layak bagi pekerja dan memperbaiki ketimpangan sosial, dalam pelaksanaannya masih menghadapi banyak tantangan. Beberapa alasan yang menjadi pertimbangan masyarakat antara lain adalah beban potongan yang sudah ada relatif besar, kondisi ekonomi yang belum membaik, ketidakjelasan mengenai keuntungan yang akan diperoleh, masalah aksesibilitas, dan sejarah korupsi dana publik yang belum terselesaikan. Dampak sosial dari potongan 3 persen ini juga mengganggu aktivitas konsumsi kebutuhan dasar pekerja.

Oleh karena itu, muncul pertanyaan kritis: untuk siapa sebenarnya program Taperan Potongan 3 persen ini dibuat? Apakah program ini benar-benar dirancang untuk membantu masyarakat, atau justru menjadi cara baru bagi pemerintah untuk mengumpulkan dana secara cuma-cuma dari masyarakat guna membiayai program-programnya? Tanpa adanya transparansi, akuntabilitas, dan evaluasi yang mendalam, program ini berpotensi menjadi beban tambahan bagi masyarakat daripada menjadi solusi bagi masalah perumahan dan ketimpangan sosial

Referensi

Aisyah, S., Suarmanayasa, I. N., Efendi, E., Widiastuti, B. R., and Harsono, I. (2024). The Impact Of Fiscal Policy On Economic Growth: A Case Study Of Indonesia. Management Studies and Entrepreneurship Journal (MSEJ), 5(2), 3773–3782.

Bank Indonesia. (2024). Data Inflasi. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/statistik/indikator/data-inflasi.aspx

Bisnis.com. (2024). Gaji Karyawan Cuma Naik Tipis, Ada Tapera Makin Terkikis! Retrieved from https://ekonomi.bisnis.com/read/20240605/47/1771340/gaji-karyawan-cuma-naik-tipis-ada-tapera-makin-terkikis

Cnbcindonesia.com. (2024). Heboh Tapera, Ini Daftar 4 Mega Korupsi Dana Kelolaan & Kerugiannya. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/market/20240531132835-17-542792/heboh-tapera-ini-daftar-4-mega-korupsi-dana-kelolaan-kerugiannya

Detik. (2024). Ada 8 Potongan Gaji untuk Karyawan Swasta, Mulai BPJS hingga Tapera. Retrieved from https://www.detik.com/jatim/bisnis/d-7365579/ada-8-potongan-gaji-untuk-karyawan-swasta-mulai-bpjs-hingga-tapera

DetikX. (2024). Ramai-ramai Menolak Beban Tapera. Retrieved from https://news.detik.com/x/detail/spotlight/20240606/Ramai-ramai-Menolak-Beban-Tapera/

Hechter, M., and Kanazawa, S. (1997). Sociological rational choice theory. Annual Review of Sociology, 23(1), 191–214.

Kompas. (2024). Tapera Ditolak Pekerja dan Pengusaha, Istana: Masih Ada Waktu Beri Masukan Sebelum 2027 Tapera Ditolak Pekerja dan Pengusaha, Istana: Masih Ada Waktu Beri Masukan Sebelum 2027. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2024/06/07/15211491/tapera-ditolak-pekerja-dan-pengusaha-istana-masih-ada-waktu-beri-masukan

Nisa, C., and Ndoda, Y. (2024). Konsep Kesejahteraan Sosial Menurut Masyarakat Melayu Di Batubara. Lencana: Jurnal Inovasi Ilmu Pendidikan, 2(3), 174–183.

Pattipeilohy, L., and Saingo, Y. A. (2023). Pancasila Sebagai Dasar Sistem Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(10).

PP Nomor 21. (2024). Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

PP Nomor 25. (2020). Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Siswajanthy, F., Shiva, K. A., Salsabila, N., Putry, S. A. S., and Putri, S. M. I. (2024). Analisis Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai, 8(1), 4360–4369.

Tagged in :

mohammad rofiuddin Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More Articles & Posts